Kualitas Sekolah Penerbang di Dalam Negeri Tak Kalah

388

Dari tahun ke tahun anak bangsa berbondong-bondong ingin menjadi seorang pe­nerbang. Lembaga pendidikan penerbang pun menangkap peluang ini. Saat ini tercatat ada 23 sekolah pilot resmi di Indonesia, bahkan tawaran untuk sekolah ke mancanegara pun berdatangan ke tanah air.

Apakah input (siswa) berbanding lurus dengan output (lulusan) karena mereka memenuhi kualifikasi? Berikut cuplikan wawancara Aviasi dengan Suparno Muanam, Kepala Deraya Flying School.

1. Benarkah ada lulusan dari sekolah penerbang yang me­nganggur?

Ya, itu terjadi di Indonesia. Namun, menurut pengamatan saya, nganggur disebabkan oleh beberapa faktor seperti lulusan tersebut malas untuk mencari kerja atau lulusan tersebut sudah melamar kerja dengan status masih menunggu untuk training sesuai dengan kebijakan perusahaan penerbangan itu.

2. Apakah yang harus dilakukan guna mendorong para lulusan sekolah penerbang masuk kerja?

Sekolah penerbang di Indonesia terhimpun dalam APPI (Asosiasi Pendidikan Penerbang Indonesia). Melalui ini, kami mengupayakan terhadap masalah-masalah atau kendala yang dihadapi sekolah maupun lulusan sendiri dalam memenuhi kebutuhan pilot khususnya di Indonesia.

Tentunya, kita harus menganalisis lebih dalam misalnya kasus lulusan yang nganggur, dengan demikian kita akan memberikan solusi.

3. Dari Deraya Flying School sendiri, apakah ada yang nganggur?

Saya sangat bangga dengan lulusan di DFS, tidak ada yang menganggur. Saya selalu melakukan pantauan ter­hadap anak didik saya. Selain itu, lulus­an tersebut juga selalu menginformasikan kepada almamater (Deraya).

Deraya sendiri memang tidak mengikat lulusan bekerja sama dengan suatu maskapai. Kami memberikan kebebasan untuk memilih tempat kerja sesuai keinginan mereka.

4. Bagaimana dengan pola kerja sama ikatan dinas?

Ada maskapai yang sudah “kontrak” siswa, artinya setelah lulus mereka akan langsung bekerja di maskapai tersebut dengan sistem ikatan dinas. Misalnya, siswa tersebut belum memenuhi Commercial Pilot License (CPL), maka ia dibiayai oleh maskapai itu. Akhirnya, saat bekerja ia akan dipotong gaji. Dalam hal ini, sebenarnya anak itu membiayai dirinya sendiri.

Bagi maskapai, ini sangat menguntungkan dan senang, sementara bagi yang bersangkutan (anak tersebut) menjadi terikat, apa pun kondisi perusahaannya, bahkan ada yang 18 tahun ikatan dinas.

5. Apakah menjadi instruktur di sekolah penerbang itu karena tidak diterima di suatu maskapai?

Seperti halnya pilot, tenaga instruktur pun kurang. Pada akhirnya yang memutuskan untuk menjadi pilot atau instruktur atau profesi lainnya adalah lulusan itu sendiri. Bisa jadi ia memutuskan untuk menjadi instruktur, karena hasil tes belum lulus dari suatu maskapai. Ini sangat wajar, ada yang diterima dan ada yang tidak diterima, dalam hal ini airlines itulah yang tahu kemampuan dari si lulusan.

Sumber

Previous articleGaruda Indonesia Jajaki Charter Mengejar Turis Sampai ke Negeri China
Next articleN-250, Burung Besi Pertama Buatan RI