Casa 212, Menjalankan Misi Negara dan Menyatukan Nusantara

289

Di industri penerbang­an, Indonesia  berjaya karena sukses membuat pesawat terbang Casa 212.

Pesawat bermesin turboprop (baling-baling) ini awalnya dirancang dan diproduksi di CASA Spanyol untuk keperluan sipil dan militer. Pesawat je­nis ini juga telah diproduksi di Indonesia di bawah lisensi PT Dirgantara Indonesia. Pada Januari 2008 EADS CASA memutuskan untuk memindahkan seluruh fasilitas produksi C-212 ke PT DI di Bandung. Pabrikan Indonesia adalah satu-satunya yang mempunyai lisensi untuk memproduksi pesawat jenis ini di luar pabrik pembuat utamanya.

Pengoperasiannya juga tak kalah jayanya berkat Merpati Nusantara Airlines. Hal ini sesuai pernyataan Capt. Denny Satrio, mantan Direktur Operasi Merpati.

“Awalnya, Merpati mengoperasikan Casa 212 karena perusahaan BUMN, sementara Casa dirakit di IPTN yang juga BUMN, jadi Casa diharuskan menghidupkan BUMN. Pesawat ini diandalkan untuk penerbangan perintis wilayah tengah dan barat Indonesia. Casa itu lebih di medium zone yaitu terbang dengan daerah datar, perairan dan pegunungan tertentu,” katanya saat ditemui Aviasi.

Penerbang yang memiliki pengalaman 18 tahun bersama Casa ini menyatakan pesawatnya sudah berstandar, teknologi terutama pada flight instrument (panel kokpit khusus saat terbang) sudah seperti pesawat Boeing dan Airbus, juga dilengkapi ILS (Instrument Landing System) dan navigation. Tetapi bentuk dan berat kosong kurang efisien, di antaranya konsumsi bahan bakar lebih banyak dan perlu panjang landas pacu perintis saat itu 400-600 meter.

Tahukah Anda, ternyata peran dan fungsi pesawat ini luar biasa dan membanggakan. Berdasarkan pengalaman Capt. Denny yang bekerja di Merpati 24 tahun ini Casa telah menjalankan misi negara dan menyatukan nusantara.

“Saya pernah ditembak hingga tujuh lubang di pesawat saat kerusuhan Ambon dan Ternate. Saat kerusuhan Singkawang, evakuasi dengan armada ini dan maskapai yang terbang adalah Merpati, tidak ada airlines lain,” tegasnya.

Ada cerita seru dari laki-laki yang pernah menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pilot Merpati selama tujuh tahun ini, Casa pernah kehabisan bahan bakar, kemudian memutuskan mencari tempat pendaratan akhirnya mendarat di Pulau Wetar, Maluku Tenggara. “Saya yang mengambil pesawat tersebut, upayanya pun tidak mudah, karena harus babat alas untuk buat landas pacu, menuju ke Wetar dari Saumlaki sangat jauh, dengan kapal laut perlu 16 jam,” paparnya.

Sumber

Previous article39 Dari 70 Operator Penerbangan ASEAN Pilih Airbus
Next articleLarangan Masuk ke Cockpit Selama Penerbangan