Kasus penumpang yang menggedor pintu cockpit pada penerbangan VA-41 Virgin Australia rute Brisbane – Singapore, oleh Matt Christoper 28 tahun warganegara Australia menambah daftar panjang penumpang yang melakukan tindakan melawan hukum (unlawful interference) dalam penerbangan.
Kriteria seseorang yang melakukan tindakan melawan hukum dalam penerbangan telah diatur melalui pasal 54 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1(satu) Tahun 2009 masing-masing huruf (b) “pelanggaran tata-tertib dalam penerbangan” dan huruf (e) “perbuatan yang mengganggu ketenteraman”, penumpang yang membuat keonaran dalam penerbangan biasa disebut sebagai “unruly/disruptive passengers.”
Dalam melakukan pengangkutan, airline berhak untuk tidak mengangkut (menolak) seorang penumpang dan barang bawaannya yang menurut penilaian dapat mengganggu ketenteraman, sehingga membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan.
Penilaian tersebut diperoleh ketika seorang calon penumpang melakukan proses pelaporan keberangkatan (check-in) beserta barang bawaannya, yang oleh petugas check-in staff wajib dilakukan prosedur “passenger and baggage profiling check” (pencocokan data diri sampai dengan pertanyaan menyangkut keamanan/security questioner), sehingga diketahui seorang penumpang dan barang bawaannya layak untuk diangkut atau ditolak.
Penumpang yang berbuat onar dalam penerbangan umumnya sedang tidak stabil jiwanya (unstable), mungkin sedang dalam tekanan (stress) ataupun terganggu kesadarannya (mabuk).
Prosedur penanganan terhadap penumpang yang sedang memiliki kasus hukum tertentu atau yang sedang dalam kondisi tidak stabil, harus termuat dalam “Aircraft Operator Security Programme (AOSP)” dan satu salinan/copy wajib disampaikan kepada penyelenggara bandar udara yang diterbangi.
Larangan masuk ruang kemudi (cockpit compartement), serta tindakan pengaman pintu ruang kemudi (cock-pit compartemen door) khususnya bagi pesawat udara pengangkut penumpang dengan kriteria tertentu telah diatur secara internasional melalui ANNEX 6 ICAO paragraft 13.2.2 yang bunyinya: From 1 November 2003, all passenger-carrying aeroplanes of a maximum certificated take-off mass in excess of 45.500 kg or with a passenger seating capacity greater than 60 shall be equipped with an approved flight crew compartment door that is designed to resist penetration by small arms fire and grenade shrapnel, and to resist forcible intrusions by unauthorized persons. This door shall be capable of being locked and unlocked from either pilot’s station.