Kejadian pendaratan darurat pesawat Angkata Udara Amerika Serikat tipe Boeing 707 yang mengalami kerusakan mesin sehingga harus dialihkan ke Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), Aceh cukup mengejutkan. Pendaratan pesawat yang sedianya akan menuju Kota Guam ini ditangani secara profesional oleh TNI AU yang kemudian mengkoordinir awak Boeing 707 ke sebuah hotel.
Mereka ditahan sampai suku cadang pesawat tersebut bisa didatangkan dan Kedutaan Besar AS bisa menyediakan dokumentasi surat-surat keimigrasian karena tak semua membawa paspor. Walaupun sepintas pesawat itu terlihat seperti pesawat Boeing 707 biasa, namun bila diperhatikan secara lebih teliti ada sejumlah antena dan tonjolan yang tidak biasa di sisi atas dan samping fuselage pesawat.
Ini menandakan bahwa pesawat tersebut bukanlah pesawat penumpang atau kargo biasa. Bisa dipastikan juga kalau Boeing 707 tersebut adalah pesawat misi khusus. Jika kita membandingkan dengan beberapa literatur soal pesawat yang memiliki nomor seri AF 62 582 itu maka bisa dipastikan pesawat ini adalah WC-135B Constant Phoenix.
Tanda khasnya adalah mesin pesawat yang masih menggunakan tipe TF33-P-5/9 turbojet. Pesawat generasi KC/RC/WC-135 di AU AS sudah menggunakan mesin F108-CF-201. Salah satu penciri lain yang tak terbantahkan adalah dua digit huruf disirip tegak yaitu OF (Offutt Air Force Base) Nebraska. Ini adalah pangkalan dari 55th Reconnaissance Wing yang mengoperasikan WC-135B seperti dilansir dari http://angkasa.grid.id/.
Walaupun dioperasikan oleh wing intai, jangan lantas menuduh kalau pesawat AU AS tersebut punya tujuan mengintai Indonesia. Program Constant Phoenix yang sudah digagas sejak 1947 bertujuan untuk mendeteksi jejak ledakan nuklir yang bisa ditimbulkan oleh detonasi bom nuklir atau hidrogen.
Program ini bertujuan untuk meyakinkan AS mengenai kapabilitas senjata nuklir negara-negara pemiliknya, seperti Uni Soviet, Tiongkok, Perancis, dan Korea Utara, yang acap menyembunyikan program senjata strategisnya itu. Mereka juga bisa meneliti apakah ujicoba tersebut melanggar aturan Limited Nuclear Test Ban Treaty 1963.
Pada awalnya, program Constant Phoenix memanfaatkan platform WB-29 yang dimodifikasi, lalu digantikan oleh WB-50. Platform definitifnya adalah WC-135B yang dimodifikasi dari C-135B pada tahun 1965 dan digunakan hingga sekarang. AU AS tercatat memiliki sepuluh unit WC-135B dengan satu unit sudah dipensiunkan dan dimasukkan ke boneyard.
WC-135B dilengkapi sejumlah sensor pendeteksi radiasi dan peralatan pengumpul sampel udara dan juga partikel debu. Sensor lain juga dapat digunakan untuk mengukur kekuatan ledakan nuklir dan senjata yang diledakkan. Pesawatnya sendiri dipasangi sejumlah filter khusus dan sistem kompresi khusus sehingga pesawat bisa diterbangkan langsung ke wilayah yang terpapar radiasi tanpa awaknya harus mengenakan pakaian hazmat.
Pilot WC-135B diambil dari 45th Reconaissance Squadron, sementara awak yang mengoperasikan sensor pendeteksi ditarik dari Detachment 1, Air Force Technical Applications Center. WC-135B termasuk pesawat yang mencatatkan jam terbang sangat tinggi karena rutin diterbangkan ke wilayah yang sedang menguji senjata nuklir, seperti Teluk Benggala (India dan Pakistan), Timur Jauh (Tiongkok dan Korea Utara), Laut Tengah (Iran), Kutub Utara, Amerika Selatan dan Afrika Selatan.
WC-135B pernah berjasa mendeteksi jejak radioaktif dari kerusakan reaktor nuklir Chernobyl yang sempat disimpan rapat oleh Uni Soviet. Dengan aktivitas Korut yang meningkat dalam pengujian rudal balistik dan peledakkan bom hidrogen di bawah tanah, AS merasa perlu mengirimkan satu WC-135B ke Jepang mengamati Korut. Sayang, WC-135B tersebut mengalami kerusakan mesin, sehingga harus mampir sebentar di Indonesia.