Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali, Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan perang tarif hotel di Bali terjadi lantaran tidak seimbangnya rasio jumlah kamar dan jumlah wisatawan.
Menurutnya, fenomena perang tarif ini sudah terjadi sejak lima tahun yang lalu. Semenjak tiga tahun ke belakang, perang tarif hotel semakin memburuk.
“Akhir-akhir ini masalah tersebut makin memburuk sejalan dengan makin banyaknya wisatawan low budget, dan tidak seimbangannya antara supply dan demand. Pengelola hotel, tidak berdaya mendapat tekanan dari agen-agen luar (negeri), ” kata laki-laki yang juga akrab disapa Cok Ace seperti di kutip Kompas Travel.
Sebelumnya, Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali dan Pemerintah Provinsi Bali mulai khawatir dengan perang tarif hotel yang tidak lagi sehat. Ini diindikasikan dengan semakin banyaknya hotel berbintang menurunkan tarif kamar.
Bahkan, tarif hotel bintang tiga mulai setara dengan tarif hotel melati, yakni di bawah harga Rp 300.000 per kamar per malam. Jika ini terus berlangsung, BPPD Bali dan pemerintah provinsi memperkirakan pariwisata Bali tak lagi elegan dan berkualitas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, jumlah hotel berbintang tercatat 281 hotel di Bali. Terbanyak adalah 89 hotel dengan predikat bintang tiga.
Secara keseluruhan, terjadi kenaikan hotel cukup signifikan di Bali sejak tahun 2006 yang hanya 1.653 hotel menjadi 2.079 hotel pada 2015 dan 4.880 hotel pada 2016. Presentase jumlah kamar hotel terbanyak berada di Kabupaten Badung sekitar 75 persen.
Tingkat hunian hotel di Bali juga fluktuatif dan tak pernah menembus angka 76 persen. Bulan Maret tingkat hunian hotel di Bali sekitar 56 persen. Pada bulan April, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) didominasi dari China lalu disusul Australia. Tercatat 115.634 wisman China dan 91.640 wisman Australia datang ke Bali pada April 2017.