28.4 C
Jakarta
Thursday, September 25, 2025
Home Blog Page 321

Sejarah Bandara Ngurah Rai, Bali

Berawal dari Tuban
Bandara Ngurah Rai dibangun pada tahun 1930 oleh Departement Voor Verkeer en Waterstaats (semacam Departemen Pekerjaan Umum). Landas pacu berupa airstrip sepanjang 700m dari rumput di tengah ladang dan pekuburan di desa Tuban. Karena lokasinya berada di Desa tuban, masyarakat sekitar menamakan airstrip ini sebagai Pelabuhan Udara Tuban.

Pelabuhan Udara Tuban 
Tahun 1942 Airstip South Bali dibom oleh Tentara Jepang, yang kemudian dikuasai untuk tempat mendaratkan pesawat tempur dan pesawat angkut mereka. Airstrip yang rusak akibat pengeboman diperbaiki oleh Tentara Jepang dengan menggunakan Pear Still Plate (sistem plat baja).

Lima tahun berikutnya 1942-1947, airstrip mengalami perubahan. Panjang landas pacu menjadi 1200 meter dari semula 700 meter. Tahun 1949 dibangun gedung terminal dan menara pengawas penerbangan sederhana yang terbuat dari kayu. Komunikasi penerbangan menggunakan transceiver kode morse.

Pelabuhan Udara Internasional Tuban
Untuk meningkatkan kepariwisataan Bali, Pemerintah Indonesia kembali membangun gedung terminal internasional dan perpanjangan landas pacu kea rah barat yang semula 1200 meter menjadi 2700 meter dengan overrun 2 x 100 meter. Proyek yang berlangsung dari tahun 1963-1969 diberi nama Proyek Airport Tuban dan sekaligus sebagai persiapan internasionalisasi Pelabuhan Udara Tuban.

Proses reklamasi pantai sejauh 1500 meter dilakukan dengan mengambil material batu kapur yang berasal dari Ungasan dan batu kali serta pasir dari Sungai Antosari – Tabanan.

Seiring selesainya temporary terminal dan runway pada Proyek Airport Tuban, pemerintah meresmikan pelayanan penerbangan internasional di Pelabuhan Udara Tuban, tanggal 10 Agustus 1966.

Pelabuhan Udara Internasional Ngurah Rai
Penyelesaian Pengembangan Pelabuhan Udara Tuban ditandai dengan peresmian oleh Presiden Soeharto pada tanggal 1 Agustus 1969, yang sekaligus menjadi momen perubahan nama dari Pelabuhan Udara Tuban menjadi Pelabuhan Udara Internasional Ngurah RAI (Bali International Airport Ngurah Rai.

Untuk mengantisipasi lonjakan penumpang dan kargo, maka pada tahun 1975 sampai dengan 1978 Pemerintah Indonesia kembali membangun fasilitas-fasilitas penerbangan, antara lain dengan membangun terminal internasional baru. Gedung terminal lama selanjutnya dialihfungsikan menjadi terminal domestic, sedangkan terminal domestic yang lama digunakan sebagai gedung cargo, usaha jasa catering dan gedung serba guna.

Pengembangan Fasilitas Bandara dan Keselamatan Penerbangan (FBUKP) Tahap I
Proyek FBUKP tahap I (1990 – 1992)  meliputi Perluasan Terminal yang dilengkapi dengan Aviobridge, perpanjangan landas pacu menjadi 3000 meter, relokasi taxiway, perluasan apron, renovasi dan perluasan gedung terminal, perluasan pelataran parkir kendaraan, pengembangan gedung kargo, gedung operasi serta pengembangan fasilitas navigasi udara dan fasilitas catu bahan bakar pesawat udara.

Pengembangan Fasilitas Bandara dan Keselamatan Penerbangan (FBUKP) Tahap II
Proyek FBUKP tahap II (1998-2000), pengembangan bandara dikerjakan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, antara lain dengan memanfaatkan hutan bakau seluas 12 Ha untuk digunakan sebagai fasilitas keselamatan penerbangan.

Pengembangan Fasilitas Bandara dan Keselamatan Penerbangan (FBUKP) Tahap III
Rencana Proyek FBUKP tahap III meliputi Pengembangan Gedung Terminal, Gedung Parkir, dan Apron. Luas terminal domestik saat ini hanya akan dikembangkan hingga total luasnya mencapai 12.000 m yang nantinya akan digunakan sebagai terminal internasional. Adapun eksisting terminal internasional akan dialihfungsikan menjadi terminal domestic. Dengan kondisi tersebut, Bandara Ngurah Rai akan mampu menampung hingga 25 juta penumpang.

Garuda Tambah Frekuensi Penerbangan ke Jepang

JAKARTA, KOMPAS.com – Garuda Indonesia akan menambah frekuensi penerbangan RI-Jepang sebagai bagian dari ekspansi yang dilakukan perseroan.

“Sekarang kita tambah dulu Jakarta-Osaka 4 kali seminggu. Nanti tahun depan bulan April kita tambah Manila-Jakarta,” kata Direktur Layanan Garuda Indonesia Faik Fahmi di Jakarta, Rabu (16/10/2013).

Fahmi menyatakan, saat ini pihaknya telah memiliki penerbangan dari bandara Narita ke Jakarta dan Haneda, Jepang ke Bali. Ke depan, penerbangan Haneda ke Jakarta pun akan dibuka. “Jepang merupakan market yang sangat penting sehingga dengan penambahan frekuensi tentu saja kita akan barengi dengan kegiatan promosi,” katanya.

“Kita akan adakan banyak promosi untuk memperkenalkan Jepang sebagai tujuan wisata. Karena saat ini jumlah orang Indonesia yang berwisata ke luar negeri cukup besar, tetapi yang ke Jepang potensinya masih cukup besar,” tambah Fahmi.

Garuda Indonesia, kata Fahmi, menargetkan lebih banyak penumpang yang membanjiri penerbangan RI-Jepang. Ia menyebut dari tahun 2011 ke 2012 pertumbuhan penumpang mencapai sekitar 64,1 persen. Sementara itu hingga Agustus lalu pertumbuhan sekitar 40 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Penumpang asal Jepang, lanjut Fahmi, menyumbang 10 persen dari total pendapatan perseroan. Dengan adanya penambahan frekuensi penerbangan, pihaknya berharap penambahan pendapatan pun akan meningkat. “Dengan menambah frekuensi tentu saja akan menambah (pendapatan), tapi kita belum hitung. 2014 kan frekuensi nambah kita harapkan potensinya akan bertambah juga,” ucapnya.

Editor : Erlangga Djumena

Listrik 4 Bandara Internasional Indonesia akan Pakai Tenaga Surya

Nusa Dua – PT Angkasa Pura I (AP I) bekerjasama dengan Sintesa Group dan SunEdison membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). PLTS akan dibangun pada empat bandara Internasional di Indonesia.

Direktur Utama AP I Tommy Soetomo mengatakan nilai investasi US$ 45 juta dolar atau sekitar Rp 450 miliar untuk empat pembangkit dengan total kapasitas 50 MW.

“Kalau pembangkit ini investasinya total US$ 45 juta secara keseluruhan. Masing masing itu sekitar 15 MW,” ujarnya saat agenda penandatangan di Hotel Nikko, Nusa Dua, Bali (8/10/2013)

Ia menuturkan empat bandara yang dimaksud adalah Bandara Ngurah Rai Bali, Djuanda Surabaya, Sepinggan Balikpapan, dan Hasanudin Makassar. Namun untuk proyek awal akan dibangun di Bandara Ngurah Rai dengan kapasitas 15 MW.

“Kita kan inginnya bandara internasional semua dan empat yang besar lah di Indonesia. Untuk yang pertama itu Ngurah Rai,” jelasnya

Agenda penandatangan dilakukan oleh Dirut AP I dengan CEO Sintesa Group Shinta Widjaja Kamdani dan disaksikan oleh Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi, Kemenperin Budi Darmadi dan Menteri Perdagangan Amerika Serikat Penny Pritzker.

Shinta Widjaja Kamdani menambahkan bahwa pembangkit listrik yang dibangun sangat hemat energi dan ramah lingkungan. Ini dapat menggantikan posisi bahan bakar minyak yang selama ini diandalkan sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik.

“Kita menggandeng SunEdison perusahaan publik yang berpusat di AS dan telah terdaftar NYSE (New York Stock Exchange),” ujar Shinta.

Ia menuturkan PLTS di bandara Ngurah Rai adalah proyek pertamanya di Indonesia. Sebelumnya perseroan juga membuat proyek yang sama di Kuala Lumpur Internasional Airport (KLAI).

“Kami kan memberikan yang terbaik untuk pengambangan ini di bandara di Indonesia,” katanya.

Ini Dia Bandara Internasional Terburuk di Dunia

Ini Dia Bandara Terburuk di Dunia

Manila – Jika Anda merasa pernah datang ke bandara internasional terburuk, tunggu hingga Anda datang ke Terminal 1 Bandara Internasional Manila di Filipina. Bandara ini disebut yang terburuk di dunia.

Situs Panduan untuk Tidur di Bandara selama dua tahun berturut-turut menyebutkan Bandara Internasional Manila sebagai yang terburuk di dunia. Nilai ini didasarkan pada kenyamanan, kemudahan, kebersihan, dan layanan untuk pelancong.

Dilansir dari The Sydney Morning Herald, Senin (21/10/2013), disebutkan bahwa Terminal 1 Bandara Manila telah ketinggalan zaman fasilitas bandara, dan karyawan bandara yang tidak jujur ​​terutama sopir taksi bandara. Garis di bandara juga panjang dan petugas bandara tidak sopan.

“Ini masalah lama,” kata manajer Terminal 1 Bandara Manila, Dante Basanta. Menurutnya masalah tersebut sudah ditangani oleh pemerintah.

Menurut Basanta, Bandara Manila dengan kapasitas 6,5 juta penumpang per tahun, kelebihan penumpang. Tahun lalu, bandara tiba di 8,1 juta pelancong.

Terminal 1 Bandara Manila adalah bandara tertua di Manila yang dibangun 32 tahun yang lalu. Pemerintah Manila menggelontorkan 2,5 miliar Peso (Rp) untuk merenovasi terminal. Sementara itu, 3 juta penumpang akan ditransfer ke terminal baru.

Bandara internasional terburuk kedua di dunia adalah Bandara Bergamo di Italia. Disebutkan, banyak orang tanpa T-shirt atau tanpa sepatu, seolah-olah mereka ada di rumah dan tidak ada yang melarangnya. Bandara internasional terburuk ketiga adalah Bandara Calcutta, keempat adalah Bandara Islamabad dan yang kelima adalah Bandara Paris Beauvais.

 

Bandara Raja Ampat Ditargetkan Siap Akhir Desember

Waisai – Festival Raja Ampat 2013 telah siap menerima serbuan turis dari berbagai daerah. Untuk mendukung fasilitas wisata yang ada, infrastruktur terus ditingkatkan, termasuk Bandara Raja Ampat yang siap digunakan Desember ini.

“Kami sedang membangun sebuah bandara mencapai 1.200 meter,” Bupati Kabupaten Raja Ampat, Marcus Wanma dalam Welcome Dinner Festival Raja Ampat bertempat di Restoran Phuyakha Mengge, Waisai, Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (17/10/2013) malam.

Diharapkan, lanjut Marcus, sudah bisa dijalani pesawat pada Desember 2013. Pesawat ukuran sedang pun direncanakan bisa mendarat di sana.

“Tadi kami baru meresmikan pengaspalan,” ungkap Marcus.

Pengaspalan ini dilakukan untuk seluruh bandara, yakni seluas 1.200 meter. Semoga saja hal itu semakin memudahkan traveler untuk berlibur ke pulau surgawi ini.

Putri Rizqi Hernasari – detikTravel

Hup! Hup! Kangguru Lompat-lompat di Terminal Bandara Melbourne

Polisi Australia harus mengunci sebagian bandar udara Melbourne setelah kangguru yang terluka berhasil kabur dan melompat-lompat ke terminal.

Kangguru tersebut mengejutkan pengunjung di toko farmasi sebelum akhirnya ditangkap oleh relawan satwa liar, demikian menurut sebuah laporan.

Kangguru yang diberi nama Cyrus ini ditenangkan dan ditangkap dengan aman.

Bandara Melbourne memang berada di area yang memiliki banyak populasi kanguru.

Diduga kanguru ini melompat ke terminal setelah tertabrak mobil di jalan.

“Dia memiliki luka di kakinya saat ini, cakarnya juga cukup terluka karena sepertinya habis melompat-lompat di permukaan aspal,” kata relawan satwa liar Ella Rountree kepada Associated Press.

Johnson Law, yang bekerja di toko farmasi itu mengatakan ia awalnya tidak percaya saat rekan kerjanya mengatakan bahwa ada kanguru di toko.

“Saya terus melakukan apa yang saya lakukan, ya, saya pikir itu adalah lelucon,” katanya kepada AP.

Kanguru akan dibawa ke dokter hewan untuk diperiksa, kata Wildlife Victoria dalam sebuah pernyataan.

Hewan ini diketahui kadang-kadang menyusup ke bandara, meskipun wilayah itu dijaga untuk mencegah mereka mengganggu penerbangan pesawat.

Sebelumnya, diberitakan kanguru juga pernah menyerang seorang perempuan berusia 94 tahun di halamannya di Queensland, Australia.

(bbc/bbc)

Sadengan, Satu Lagi ‘Afrika’ di Pulau Jawa

Banyuwangi – Africa van Java tak hanya di Taman Nasional Baluran saja. Coba datang ke Sadengan di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. Di sana terhampar padang savana luas dengan banyak banteng Jawa, rusa, dan burung merak!

Traveler pasti tahu Taman Nasional Baluran di Situbondo dengan pemandangan savana bak Afrika. Tapi, padang savana juga ada di Sadengan, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jatim. Bahkan, Sadengan disebut-sebut lebih mirip Afrika karena banyaknya satwa liar di sana.

“Kalau padang savana, memang lebih luas di Baluran. Tapi, kalau soal banyaknya satwa lebih banyak di Sandengan ini. Ada banteng Jawa, burung merak, dan rusa yang mudah dilihat,” ujar ranger di Pos Sandengan, Suparno kepada detikTravel dan rombongan Raja Wisata, Sabtu (19/10/2013).

Suparno pun mengajak rombongan untuk melihat kawanan satwa di padang savana seluas 84 hektar ini. Di depan mata, ada bentangan padang savana yang sangat luas berwarna hijau. Di bagian belakang dari pintu masuknya, ada perbukitan hijau yang ditumbuhi pepohonan lebat. Pemandangan nan cantik!

Sekitar 10 meter memasuki padang savana, rombongan dikejutkan oleh kawanan banteng. Jaraknya mungkin sekitar 20 meter, tapi tanduknya yang runcing seperti huruf ‘u’ terlihat jelas. Warnanya ada yang cokelat dan hitam. Mereka sedang asyik memakan rumput dan beberapa ada yang mengawasi gerak-gerak peserta rombongan.

“Itu banteng Jawa, nama latinnya bos javanicus. Banteng berwarna hitam itu yang jantan, kalau yang cokelat itu betina. Tahun 2012, populasi mereka di Sadengan ini ada 125 ekor,” ungkap Suparno.

Ketika rombongan makin dekat, kawanan banteng pun berjalan menjauh. Rupanya tak hanya banteng, tapi juga ada rusa-rusa di sekitar mereka. Kedua satwa ini sepertinya sedang menikmati santap siang bersama. Tanduk rusa jantannya pun terlihat panjang, runcing, dan juga bercabang.

“Rusa itu lebih sensitif daripada banteng. Mereka bakal lari lebih cepat kalau ada wisatawan yang coba mendekat,” tutur Suparno.

Peserta rombongan harus memainkan tombol zoom dari kamera mereka untuk mendapat angle terbaik. Kawanan rusa dan banteng yang berkeliaran bebas, sangat mudah untuk ditemukan. Hanya saja, Anda harus hati-hati melangkah agar tidak menginjak kotoran-kotoran mereka. Tapi, ada di mana burung merak?

“Kalau burung merak biasanya hanya keluar pagi sekitar pukul 06.00 WIB. Sekitar pukul 10.00 WIB, mereka sudah hinggap di pohon lagi karena tak tahan oleh panas,” ujar Suparno menjelaskan.

Sadengan ini berada di sekitar 2 kilometer dari pintu masuk Pos Rawa Bendo, Taman Nasional Alas Purwo. Traveler yang mau menyewa ranger untuk menemani berkeliling Sadengan, hanya dikenakan biaya sukarela saja. Pasti, Anda sangat puas dan takjub kalau pemandangan ala Afrika ini justru ada di Pulau Jawa bagian timur.

Tak sampai di situ, rupanya ada satu satwa liar lagi yang berkeliaran bebas di Sadengan yaitu ajag atau yang biasa disebut anjing hutan. Sebabnya, salah satu peserta rombongan secara tak sengaja menemukan bangkai yang diperkirakan anak banteng yang sudah berupa tulang-belulang.

“Memang ada juga anjing hutan seperti serigala di sini dan mereka biasanya menyerang anak banteng atau rusa hanya pada malam hari saja,” kata Suparno.

Padang savana yang luas, kawanan banteng, rusa, burung merak, dan anjing hutan, selamat datang di Afrika! Eh bukan, di Sadengan!

Afif Farhan – detikTravel

Segaro Anak, Sungai Amazon ala Banyuwangi

Banyuwangi – Bayangkan, menyusuri hutan mangrove lebat dengan menggunakan boat. Tak ada manusia, hanya suara serangga dan burung berterbangan. Ini bukan di Sungai Amazon, tapi ini di Segaro Anak, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi!

Segaro Anak sejatinya adalah kawasan hutan mangrove yang ada di EkoWisata Mangrove Blok Bedul, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. Kawasan hutan mangrove ini punya luas hingga 1.000 hektar lebih.

detikTravel berkesempatan menjelajahi Taman Nasional Alas Purwo pada Jumat (18/10/2013) lalu bersama rombongan dari Raja Wisata. Tak hanya menjelajahi hutan, kami ditawarkan untuk naik boat atau yang biasa disebut Gondang-gandung untuk menyusuri kawasan hutan mangrove Segaro Anak.

“Segaro Anak membentang sepanjang 15 kilometer. Kita punya paket untuk menyusurinya dengan boat dengan harga sewa Rp 200 ribu-260 ribu tergantung jauhnya,” kata pemandu wisata Taman Alas Purwo, Ika Khusnul Khatimah.

Kami berempat ditemani tiga pemandu langsung menuju boat yang letaknya tak jauh dari pintu masuk Taman Nasional Alas Purwo. Setibanya di Segaro Anak, kami semua takjub oleh sungai yang besar dan hutan mangrove yang hijau dan lebat di sisinya, yang terpisah jarak puluhan meter. Belum lagi, awannya pun sangatlah bagus. Wow!

“Segaro Anak ini sebenarnya adalah muara karena pertemuan air laut dan air tawar. Jadi, airnya payau,” tutur Ika.

Semua peserta rombongan langsung sibuk membidik angle terbaik dalam kamera. Pemandangannya memang membuat siapa pun terkesima. Airnya pun tenang, bagaikan cermin raksasa yang memantulkan objek di atasnya.

“Kedalaman airnya bisa sampai 3-7 meter. Di sini tidak ada penduduk yang tinggal, tapi masyarakat sekitar biasa menangkap udang atau ikan di sini,” ungkap Ika.

Panasnya cuaca terik tak mampu mengalahkan rasa antusias kami. Lalu, boat meluncur ke Sungai Kere yang masih jadi bagian Segaro Anak. Di sinilah lebar sungai lebih sempit dan jarak antara pepohonan mangrove dan boat sangat dekat.

Boat seolah membelah hamparan pepohonan mangrove. Airnya berwarna cokelat pekat. Suara serangga dan burung pun makin terdengar jelas. Ditambah dengan pemandangan di depan mata, rasanya luar biasa Indonesia punya tempat sekeren ini!

“Kalau dibilang Amazon, banyak kok turis yang bilang begitu,” tutur Ika.

Ada beberapa gubuk kecil dan perahu nelayan di tepian hutan mangrove. Ika menjelaskan, itu adalah tempat nelayan singgah setelah mencari ikan dan udang. Tetap saja, tak ada satu pun penduduk yang tinggal di sekitarnya.

“Ini benar-benar alami. Paling hanya biawak-biawak saja yang ada di sini,” ucap Ika.

Suasana yang tenang terasa syahdu begitu mata ini tertutup. Jauh dari hiruk pikuk kendaraan dan sinyal ponsel, kami semua seperti berada di tempat antah berantah. Ya, kami benar-benar menyatu dengan alam.

Sekitar 30 menit, akhirnya boat meninggalkan Sungai Kere. Saat perjalanan baik ke dermaga, kami lagi-lagi dibuat takjub. Ada elang yang besar terbang melintas di samping boat!

“Memang masih banyak elang di sini dan masih mudah dijumpai. Turis asing pun paling gemar wisata susur hutan mangrove seperti ini,” ujar Ika.

Saya memang belum pernah ke Amazon dan hanya sebatas melihatnya dari TV, Tapi seperti kata Ika dan yang turis-turis bilang, ini adalah Sungai Amazon di Banyuwangi. Tak percaya? Silakan buktikan sendiri!

Afif Farhan – detikTravel

Cuaca

Bali
few clouds
23 ° C
23 °
23 °
87 %
2kmh
11 %
Wed
23 °
Thu
29 °
Fri
30 °
Sat
30 °
Sun
29 °

Kurs Rupiah

IDR - Indonesian Rupiah
USD
16,462.6
AUD
10,865.5
EUR
19,372.5
CNY
2,309.0
JPY
111.8
SGD
12,840.8