Tim peneliti dari jurusan Meteorologi Universitas Reading, Inggris mengungkapkan, bahwa perubahan iklim yang terjadi di dunia memang membuat kondisi awan berubah dengan cepat. Hal ini berakibat pada performa pesawat saat terbang yang semakin sering terkena turbulensi udara, seperti dilansir dari Cosmopolitan.
Studi ini menjelaskan, peningkatan kadar CO2, sebagian besar diakibatkan “berkat” aktivitas manusia yang dimana akan membuat pesawat semakin sulit untuk menavigasi arah mata angin, sehingga menyebabkan resistensi dan ketidak stabilan pesawat. Dengan menggunakan simulasi komputer, para peneliti mengukur efek peningkatan CO2 dua kali lipat di atmosfer pada ketinggian 39.000 kaki, dan hasilnya tidak baik.
Peningkatan karbon dioksida ini menurut tim peneliti akan mengakibatkan naiknya turbulensi ringan hingga 50 persen, turbulensi sedang hingga 75 persen dan turbulensi moderat yang diperkirakan akan meningkat hingga 94 persen.
Tim peneliti yang dipimpin oleh Paul William juga menyebut, pesawat diproyeksikan akan mengalami turbulensi hampir parah hingga 127 persen dan turbulensi yang parah hingga 149 persen. William juga menambahkan, untuk sebagian penumpang, turbulensi ringan bukanlah hal masalah dan tidak akan mengurangi kenyamanan mereka, sedangkan penumpang yang sering alami gugup, pasti akan merasa tertekan ketika terjadi turbulensi yang ringan.
Hal pertama yang harus dilakukan ketika terjadi turbulensi adalah untuk tetap tenang dan jangan panik. Walaupun lampu seat belt telah dimatikan, ada baiknya penumpang tetap memakai seat belt mereka demi keamanan. Turbulensi adalah perubahan kecepatan aliran udara yang menyebabkan goncangan pada tubuh pesawat, baik kecil maupun besar. Turbulensi pada dasarnya merupakan hal yang wajar.
Selain CAT (Clear Air Turbulence), salah satu penyebab terjadinya turbulensi adalah Awan. Awan adalah gambaran dari keadaan udara yang tidak stabil. Salah satu jenis awan yang paling berbahaya adalah cumolonimbus.