Sangat mudah untuk menemukan restoran Korea Selatan (Korsel) di kota-kota besar di Indonesia. Sebaliknya, tidak ada restoran Indonesia di Korsel.
Oleh karena itu, bertempat di Manwong, Seoul, Korsel, sekelompok anak muda Indonesia yang tinggal di Korsel berinisiatif mengusung gerakan ekspor budaya lewat makanan dengan menggagas “The Warung”. Mereka adalah Noka Prihasto, Retno Apriliandi Putri, dan Novi Kresna Murti.
Seperti dituturkan Novi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas Travel, Sabtu (15/3/2014), “The Warung” merupakan sebuah aktivitas menikmati makanan Indonesia yang dilakukan dengan cara berkeliling Korsel.
“Kegiatan yang sudah dilakukan selama tiga kali ini, ide penyelenggaraannya mengusung konsep ‘Pop-Up’. Sehingga bisa dengan mudah muncul di mana-mana,” ungkap Novi.
Ia menambahkan “The Warung” dilatarbelakangi oleh tidak adanya restoran Indonesia yang menyajikan makanan Indonesia dengan memadai, layak saji, dan sekaligus dapat menjadi wadah untuk mengenalkan keragaman makanan Indonesia dengan komunitas internasional di Korsel.
Dalam kegiatan tersebut, resep tempe menjadi sajian favorit dari 70 tamu asing berasal dari Korsel, Amerika Serikat, dan Eropa yang hadir. Tempe disajikan dengan bumbu tiga rasa yaitu pecel, rujak, dan mendoan.
Novi menuturkan bahwa masalah paling mendasar juga diawali karena sebagian besar masyarakat Korsel masih belum bisa membedakan antara Indonesia dan India. Ketika mendengar nama Indonesia, sebagian besar dari orang Korsel masih mengasosiasikannya dengan nama India.
Lain halnya dengan masyarakat Indonesia. Menurut Novi, orang Indonesia begitu mengonsumsi budaya Korsel. Mulai dari film, musik, busana, hingga makanan. Terutama dengan suksesnya Korean Wave di Indonesia.
Sehingga, lanjut Novi, keinginan untuk saling mengenalkan keragaman budaya inilah yang menguatkan keinginan mereka untuk menyelenggarakan “The Warung” sesering mungkin. Mengapa menggunakan nama “The Warung”?
“Karena ‘Warung’ adalah nama yang paling melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, bukan hanya sebagai simbol usaha kecil rumahan yang menyajikan makanan, kopi, mi instan maupun bahan kebutuhan sehari-hari, namun warung adalah tempat bersosialisasi dan mendekatkan hubungan antar tetangga di Indonesia,” tutur Novi.
Ide warung sebagai tempat sosialisasi inilah yang kemudian diharapkan bisa menjadi wadah untuk mengenalkan masakan Indonesia. Walau begitu, “The Warung” dikemas dengan sajian ala restoran semanis mungkin sehingga lebih layak dinikmati.
Dari dua edisi sebelumnya, “The Warung” mampu mengundang komunitas internasional di Korsel. Edisi pertama diadakan di Irish Pub, Changwon pada 4 Mei 2013 dan edisi kedua di Seoul pada 23 Juni 2013. Selama dua kali dilaksanakan, kegiatan dihadiri oleh 50 tamu dari berbagai negara.
Sementara itu, di edisi ketiga pada 9 Maret 2014 di Manwon Pocha. Menu yang disajikan antara lain tempe, satai lilit, dan pisang bakar. Dalam acara ini tamu diiringi lagu-lagu Indonesia yang populer. Jumlah tamu yang hadir sengaja dibatasi hanya sampai 50 atau maksimal 70 orang.
Selain karena kapasitas restoran, juga demi menyajian kualitas yang baik dan menjaga kenyamanan tamu agar menikmati makanan dengan santai. Seperti halnya menikmati Indonesia yang santai, hangat dan bersahabat. (*)
Editor | : Ni Luh Made Pertiwi F |