Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai, dari lima sektor jasa yang potensial dalam perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mendatang, ternyata sektor jasa penerbangan Indonesia merupakan sektor jasa yang paling tidak siap menghadapi MEA.
“Dari lima sektor jasa seperti hotel, engineer (keinsinyuran), penerbangan dan logistik, itu sektor jasa penerbangan Indonesia paling kedodoran,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Tenaga Kerja Benny Soetrisno ditemui di Hotel Aryaduta, Jalan Prapatan No 44-48, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (31/3/2015).
Dibandingkan dengan Singapura yang hanya memiliki satu bandar udara (bandara), lanjut dia, bandara Singapura itu mampu beroperasi di seluruh ASEAN. Padahal, Indonesia sendiri memiliki jumlah bandara yang jauh lebih banyak dibanding Negeri Singa tersebut.
Menurut dia, hal ini karena kurangnya pelatihan pilot di Indonesia. Pesawat lokal seperti Lion dan Susi Air saja, sebut dia, pilotnya harus ‘diimpor’ dari negara lain.
“Pesawat penerbangan Indonesia seperti Lion dan Susi Air saja pilotnya dari asing. Ini karena kurangnya pelatihan di Indonesia,” cetus dia.
Maka itu, tambahnya, agar pilot lokal mampu bersaing dengan pilot luar negeri, maka harus ada pelatihan pilot dengan standar internasional. Karena, dengan pendidikan formal saja masih kurang, mesti ada keahlian untuk menjadikan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menjadi berkualitas.
“Jadi, pendidikan itu ada dua, yakni formal dan keahlian. Pendidikan keahlian itu sangat dibutuhkan untuk membuat SDM Indonesia bisa unggul dan dapat bersaing dengan negara ASEAN lainnya pada saat era perdagangan bebas diterapkan,” pungkas Benny.