Duta Anti-perbudakan Migrant Care, Melanie Subono, menyesalkan sikap pemerintah Indonesia yang tidak menunjukkan keseriusannya dalam menyelamatkan nyawa Satinah, tenaga kerja Indonesia yang akan menghadapi hukuman pancung di Arab Saudi pada 3 April 2014.
Melanie mengatakan uang yang dikeluarkan pemerintah agar Satinah bebas dari hukuman pancung berupa diyat atau denda 7 juta riyal–setara Rp 21 miliar. Uang ini lebih kecil dibandingkan dengan pesawat Kepresidenan yang dibeli tahun lalu seharga US$ 90 juta atau Rp 800 miliar.
“Buat apa beli pesawat, sedangkan diyat cuma sepersekian dari harga pesawat,” kata Melanie melalui surat elektronik, Rabu, 26 Maret 2014. Melanie mengatakan tahun lalu uang yang disumbangkan para TKI di seluruh dunia sebanyak Rp 83 triliun. Namun, untuk menyelamatkan nyawa Satinah, perempuan asal Jawa Tengah tersebut, pemerintah tidak sanggup.
Melani juga menyayangkan uang belasan miliaran rupiah yang digunakan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk studi banding di luar negeri. Padahal, para anggota Dewan itu hanya jalan-jalan di sana. “Mereka jalan-jalan ke luar negeri atas nama studi banding,” ujarnya.
Satinah dituduh membunuh Nurah Al Garib, majikan perempuannya, pada 2007 lalu. Ia mengatakan terpaksa membunuh karena tak terima dituduh mencuri uang sang majikan senilai 38 ribu riyal atau sekitar Rp 119 juta. Ia juga sering dianiaya dan diperlakukan tak senonoh oleh majikannya.
Pengadilan Arab Saudi memvonis perempuan asal Jawa Timur itu dengan hukuman pancung. Jika ingin dimaafkan, buruh migran itu harus membayar diyat atau uang denda sebesar 7 juta riyal–atau setara dengan Rp 21 miliar.
NUR ALFIYAH
Sumber: http://id.berita.yahoo.com/antara-pesawat-presiden-dan-nyawa-satinah-045622096.html